Senin, 01 Oktober 2018

Pernikahan Adat Lampung Pesisir atau Lampung Saibatin

Keterangan Foto: Pakaian Adat Lampung Pesisir untuk Adok Khaja dan istrinya Khadin.


Pernikahan Adat Lampung Pesisir

1. Pengertian Adat

Menurut kamus besar bahass indonesia (KBBI) Adat ialah aturan "perbuatan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, cara "kelakuan" yang sudah menjadi kebiasaan, wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah adat yang telah diserap kedalam bahasa indonesía menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Jadi adat adalah sistem, nilai, norma, hukum, aturan, perbuatan, serta kebiasaan yang dilakukan turun-temurun sejak dahulu kala.

2. Pernikahan Adat

Menurut Hukum Adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan Perdata tetapi juga merupakan "Perikatan Adat" dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan kekeluargaan. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan kekeluargaan, dan upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (Ibadah) maupun hubungan manusia dengan manusia (Mu 'Amalah) dalam pergaulan hidup agar selamat didunia dan selamat di Akhirat.
Demikian pula diketengahkan oleh Teer Haar menyatakan bahwa perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi (Hilman Hadikusuma, 2003;8).
Begitu pula menyangkut urusan keagamaan sebagaimana dikemukakan oleh Van Vollenhoven bahwa dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia diluar dan diatas kemampuan manusia (Hilman hadikusuma, 2003:9).
Perkawinan dalam arti "Perikatan Adat" ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang merupakan " Rasa senak " (hubungan anak-anak, bujang gadis) dan rasa Tuha" (hubungan orang tua keluarga dari pada calon suami istri). Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban orang tua termaksud anggota keluarga , kerabat menurut hukum adat setempat yaitu dengan pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelenggengan dari kehidupan anak- anak mereka yang terlibat dalam perkawinan.
Sejauh mana ikatan perkawinan itu membawa akibat hukum "Perikatan Adat seperti tentang kedudukan suami atau kedudukan istri, begitu pula tentang kedudukan anak dan pengangkatan anak, kedudukan anak tertua anak anak penerus keturunan, anak adat, anak asuh dan lain-lain ; dan harta perkawinan tergantung pada bentuk dan sistim perkawinan adat setempat.

Menurut Hukum Adat di Indonesia perkawinan itu dapat berbentuk dan bersistim perkawinan jujur dimana pelamaran dilakukan pihak pria kepada pihak wanita dan setelah perkawinan, isteri mengikuti tempat kedudukan dan kediaman suami hal ini biasa dijumpai di (Bantul, Lampung, Bali) kemudian " Perkawinan Semanda " dimana pelamar dilakukan oleh pihak wanita kepada pihak pria dan setelah perkawinan suami mengikuti tempat kedudukan dan kediaman istri hal ini bisa dijumpai didaerah (Minangkabau, Semendo Sumatera Selatan) dan perkawinan bebas yaitu di (Jawa, Mencur, Mentas) dimana pelamaran dilakukan oleh pihak pria dan setelah perkawinan kedua suami istri bebas menentukan tempat kedudukan dan kediaman mereka, menurut kehendak mereka, yang terakhir ini banyak berlaku dikalangan masyarakat keluarga yang telah maju (Modern). Dari berbagai penjelasan diatas maka penulis menarik kesimpulan bahwa, bagaimanapun tata tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka yang akan melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan sistem yang berlaku dalam masyarakat, Undang-undang tidak mengaturnya, hal ini berarti terserah kepada selera dan nilai-nilai budaya dari masyarakat yang bersangkutan, asal saja segala sesuatunya tidak berkepentingan dengan kepentingan umum, Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945.

3. Jenis-Jenis Pernikahan Adat Lampung Pesisir

Menurut ketentuan-ketentuan adat Saibatin yang menganut garis keturunan dari pihak laki-laki (Patrilineal) menganut 3 sistem atau jenis pernikahan adat yaitu:

a. Sistem Perkawinan Jujur (sakicik Betik atau ngakuk)

Sistem perkawinan Jujur yaitu lelaki mengeluarkan uang untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri). Cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarga bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga, pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan tempat pernikahan uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin) bagaimana caranya penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput, pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah sampai ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin pria adalah:
a. Mengeluarkan uang jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
b. Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang. Keluarga pihak pria membayar uang penggalang sila Kepada kelompok adat si gadis
c. Mengeluarkan Jajulang /Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil Gukhu Ngaji Katil Kuakha. Sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup satu.
d. Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil. Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.

b. Sistem Perkawianan Semanda (Cambokh Sumbay atau diakuk)

Sistem perkawinan ini sebenamya adalah bentuk perkawinan yang calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan Prof. Hi. Hilman Hadikusuma: "Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepada pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat wanita di pihak isteri".
Masyarakat Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) iri ada beberapa macam sesuai dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau pihak keluarga pengantin wanita (Hilman Hadikusuma, 1990:82).
Dalam perkawinan semanda/Cambokh sumbay yang perlu dingat adalah pihak isteri harus mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa istri atau bertanggung jawab meneruskan keturunan:
a. Memberikan Katil atau Jajulang kepada pihak pengantin pria.
b. Ajang dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
c. Memberikan seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
d. Memberi gelar/adok sesuai dengan strata pengantin wanita.
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya setelah sang suami mampu membayamya. Termasuk wang penggalang Silapun tidak ada.

c. Sistem Perkawinan Sebambangan

Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa ke rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis ryakakmentudau si gadis meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya se untuk menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarmya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di keluarga mereka dengan tujuan untuk dipersunting oleh salah satu bujang anggota mereka. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat dilaksankan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin bekomentar mengenai artikel Ini, silahkan berkomentar dengan baik dan santun: