Minggu, 30 September 2018

Stratifikasi Sosial Masyarakat Lampung Pesisir Saibatin Marga Way Lima Jurai Seputih Yang Terwujud Dalam Sistem Adok




Foto: Pakaian Adat Saibatin Bandakh untuk gelar Sultan/Sutan/Suntan/Stan dan Ratunya

Konsep Stratifikasi Sosial



1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Menurut Astrid S. Susanto (Samhis Setiawan, 2016) stratifikasi sosial ialah hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang setiap saat mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun horizontal dalam masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto (Samhis Setiawan, 2016) startifikasi sosial ialah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Menurut Horton Dan Hunt (Samhis Setiawan, 2016) stratifikasi sosial berarti sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.

Menurut Pitirim A. Sorokin (Samhis Setiawan, 2016) stratifikasi sosial ialah pembedaan penduduk atay masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat "hierarkis. Perwujudannya ialah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisan-lapisan di dalam masyarakat memang tidak jelas batas-batasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan akan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial yang secara relatif adalah sama.

Jadi dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan antar manusia secara teratur dan tersusun menciptakan tingkatan dan lapisan kelas-kelas dengan status dan perannya masing-masing, membentuk sistem yang baku sebagai acuan di dalam masyarakat yang bisa digunakan secara turun-temurun.

2. Sistem Gelar atau Adok Masyarakat Adat Lampung Pesisir Marga Way Lima
Masyarakat Lampung Khususnya Saibatin juga terdapat sistem stratifikasi yang berlaku turun-temurun sejak zaman dahulu. Sistem stratifikasi sosial ini disebut sistem gelar atau Adok. Adok adalah merupakan gelar adat Lampung yang diberikan kepada seseorang (tergantung kedudukan dan fungsinya) pada masyarakat adat di dalam Ke-Saibatinan. Pada masyarakat adat Lampung Pesisir, adok tidak diberikan kepada seseorang serta merta melainkan harus mempunyai (telah berdiri) kesatuan masyarakat adat yang diberinama Ke-Saibatinan. Berdirinya Ke-Saibatinan ini juga harus melihat asal marga dan silsilah keturunan dari orang yang akan diangkat menjadi Saibatin. Orang yang akan diangkat menjadi Saibatin adalah keturunan lurus laki-laki tertua pada masyarakat setempat. Jika laki-laki tertua tersebut telah meninggal atau sebab lainnya dan tidak mempunyai keturunan, maka diambil saudara laki- laki tertua nomor dua.
Adapun pengambilan adok harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
1. Pengambilan adok pertama untuk berdirinya Ke-Saibatinan harus memperhatikan asal marga dan silsilah keturunan dari orang yang akan diangkat menjadi Saibatin.
2. Pemberian adok harus sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat adat (tingkatan adok).
3. Seseorang atau beberapa orang diberi adok pada saat pernikahan anak lelaki dari keluarga tersebut, maka adok yang diberikan dinamakan Adok Ngukha (Gelar Muda). Sedangkan bagi orang tua yang telah mempunyai menantu pertama maka adok yang diberikan dinamakan Adok Tuha (Gelar Tua).
Contoh: Kepala suku kanan bernama Abdurahman mempunyai adok (adok ngukha) yaitu Khaja Mangku Bumi, Ia mempunyai anak laki-laki tertua bernama Ali. Ketika Ali menikah dia diberi adok (adok ngukha) yaitu (contoh) Khaja Mangku Marga. Sedangkan ayahnya (Abdurahman) diberikan adok tuha yaitu Patokan, dan gelar Raja-nya diberikan kepada anaknya yaitu Ali. Sehingga Ali yang bergelar Khaja Mangku Marga adalah pemimpin suku kanan yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ingin bekomentar mengenai artikel Ini, silahkan berkomentar dengan baik dan santun: